Bianca: Antara Kemenangan dan Keikhlasan
23 September 2013, hari itu
adalah senin yang cerah di mana siswa-siswi SD Nizamia mulai berlomba-lomba
menabung dalam rangka mempersiapkan datangnya hari raya Idul Adha yang tinggal
satu bulan lagi. Tabungan itu dikumpulkan perkelas dan akan dilihat kelas apa yang
paling besar infaqnya. Setiap hari, hasil perolehan infaq perkelas diumumkan di
mading gedung paling depan sekolah ini. Mereka sangat bersemangat menabung.
Entah apa yang membuat mereka begitu bersemangat menabung, mungkin itu karena
hewan qurban adalah bentuk amal yang paling nyata terlihat bentuk dan rasanya
namun, dibalik segala perkiraan yang meragukan itu terdapat sebuah ilmu yang
mungkin orang dewasa pun belum mampu menguasainya. Apakah itu? Sungguh ini
adalah sebuah pelajaran yang patut dicerminkan pada apa-apa yang kita lakukan
dan amalkan.
Tepat pukul 16.00, aku keluar
dari gedung depan sekolah untuk pulang ke rumah. Belum jauh aku meninggalkan
pintu gedung putih itu, terdengar percakapan dua siswa kelas 4 yang sedang asik
melihat hasil perolehan infaq di mading. Seorang dari mereka berkata “yeeeaa,
kita menaaaaang.” Aku tidak sedikitpun memahami apa makna kata menang yang
dimaksudkan namun, pradugaanku mengatakan bahwa kelas anak itu pasti memperoleh
hasil infaq terbanyak hari itu. Aku yang sedang berjalan menuju tempat parkir
tidak ingin ambil pusing dengan percakapan itu karena kupikir itu adalah
percakapan yang lazim. Suara mereka belum lenyap dari pendengaranku, seorang
dari mereka mengatakan dengan nada yang sangat tegas hingga terdengar sangat
jelas olehku “mau ikhlas apa mau menang?” kata-kata itu menggetarkan aku.
Langkahku terhenti dan perkataan itu memaksa aku kembali menghampiri gedung
putih itu untuk menanyakan siapa nama siswa itu namun, ah sayang sekali, anak
itu sudah terlanjur masuk ke dalam gedung dan berjalan ke lantai atas hingga
aku tidak sempat menemuinya. Beruntung, saat itu ada guru yang sedang asik
berbincang-bincang di dalam gedung dan kutanyakan pada mereka nama siswa yang
berbincang tadi.
Bianca namanya. Ia adalah siswa
yang hari itu secara tidak langsung mengajarkan tentang yang mana yang lebih
baik, kebanggaan atau kemenangan. Mungkin sebagian orang boleh berbangga dengan
banyaknya infaq yang dikeluarkan namun bagi gadis yang satu ini, kemenangan
adalah nomor dua. Benar memang, tanpa keikhlasan, “kemenangan” yang tidak
disertai keikhlasan tidak akan menghasilkan apapun sekalipun itu adalah dalam
hal ibadah. Tapi keikhlasan, walaupun tidak disertai dengan kemenangan, maka
malaikat-malaikat yang mungkin bersayap dua ataupun empat pastilah mencatat keikhlasan
itu sebagai amal baik. Lebih dari itu, di mata Allah, keikhlasan adalah syarat
untuk sebuah kemenangan. Kemenangan akan selalu menyertai orang-orang yang di
hatinya dipenuhi dengan keikhlasan dalam setiap amalnya. Janji Allah tidaklah
akan tertukar. Pahala dan ganjaran yang berlipat ganda pastilah telah menanti
gadis itu. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar