Indonesia Itu Baik

Jika kita kembali melihat mundur kebelakang sejarah negeri ini pada abad ke 4 M – 16 bagaimana agama dan budaya-budaya Hindu-Budha dapat menyebar luas di Indonesia dan bagaimana masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke 11 adalah karena
karakter masyarakat Indonesia yang terkenal sangat ramah-tamah, bagaimana ketika itu Indonesia menjadi tempat perdagangan yang banyak dikunjungi olehpara bangsawan-bangsawan asing.

Bila dipikir secara logic, maukah mereka datang berkunjung dan berdagang ke negeri ini bila rakyatnya tak mau bertegur sapa apabila tak mengenal, tak mau menolong apabila tak berbudi, tak mau memberi apabila tak berimbas? Tentunya tidak!!!

Setelah saya pikir-pikir ternyata terlalu jauh bila kita kembali pada abad-abad itu. kita bisa lihat betapa “ramah-tamah” adalah suatu karakter yang sudah sangat melekat di negeri ini. Pernahkah anda rasakan keramah-tamahan masyarakat desa yang berada di ujung kota terpencil? Bila kita bandingkan dengan masyarakat kota atau sekitarnya yang telah bercampur dengan karakter dan budaya barat, maka kita akan temukan suatu perbedaan yang sangat signifikan. Iyakah??? Atau tidak??? Kita akan tersenyum setelah sadar dalam merasakannya dan akan menjadi sonbong dengan kebanggaan kita terhadap budaya-budaya yang telah bercampur dengan budaya kebaratan kita, dan kita akan mengatakan betapa berbeda kehidupan kami dengannya dan kita akan berkaca pada prilaku kita selama ini, atau bahkan kita akan mengatakan “NORA”, “UDIG”,
“KAMPUNGAN”, atau dan sebagainya kepada mereka.

Jika kembali dilihat dari latar pendidikan, mayoritas masyarakat kota atau sekitarnya yang telah bercampur dengan karakter dan budaya barat seharusnya bisa lebih berakhlak baik dibanding mereka di desa yang tidak lebih banyak mengerti dengan yang disebut dengan
“akhlakul kharimah” karena tidak banyak mendapat kesempatan dalam pendidikannya.

Keramah-tamahan masyarakat Indonesia adalah karakter asli rakyat Indonesia yang juga telah diaplikasikan oleh para raja pada zaman kerajaan dulu dalam kehidupannya, bahkan karakter itu sudah terkenal di dunia pada zaman perdagangan ketika itu.

Dapat lagi kita lihat bagaimana ekspresi para pahlawan dan tokoh negeri ini pada gambar lukisannya, wajah-wajah seperti TEUKU UMAR, CUT NYAK DIEN, SULTAN HASANUDDIN, PANGERAN DIPONEGORO, dan lain-lain bahkan ada SOEKARNO sekalipun ekspresi yang mereka tunjukan adalah seperti mengisyaratkan pada kita agar tidak meninggalkan karakter asli masyarakat negeri yang kita cintai ini. Karakter khas Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa Asia Timur lainnya, karakter yang dihargai bangsa lain, disegani bangsa lain, ramah-tamah, saling menghormati dan menghargai, tenggang rasa, pekerja keras, ringan tangan dan lain-lain. Dan bukan karakter yang saling menggunjing, acuh tak acuh, saling tikam, dan berbagai macam karakter negative baru yang muncul di mayoritas masyarakat kota atau sekitarnya yang telah bercampur dengan karakter dan budaya barat.

Copyrighted by annas@2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Prosedur Pembuatan SIM C

Aku hanya Ingin Bersandar di Ka’bah, 5 Detik Saja (Kenapa Aku Senang Candai Malaikat)

Bianca: Antara Kemenangan dan Keikhlasan