Melawan Kekalahan

Kesalahan persepsi pada definisi takdir menyebabkan banyaknya manusia yang putus asa atau menyerah. Bahkan tak jarang orang menjadi malas menjalani hidupnya karena merasa takdir Tuhan telah memfonisnya menjadi orang yang bla…bla…bla dan bla…bla…bla. Padahal Allah SWT telah menjelaskan dalam firmannya bahwa “Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya.”

Sebenarnya apa yang menentukan hidup kita? Takdir Tuhan yang menentukan perjalanan hidup kita, atau Kita yang menentukan takdir Tuhan? Takdir yang dibicarakan disini bukanlah takdir hidup, mati, jodoh dan semacamnya, melainkan takdir dalam berhasil/menang dan gagal/kalahnya suatu insan dalam meraih apa yang dia inginkan. Mana yang akan kita pilih, silahkan pikir dengan otak dingin dan hati anda. Analoginya adalah bagaimana kita memilih jalan-jalan yang berperan sebagai pilihan hidup, yang masing-masing didalamnya terdapat takdir yang kita pilih, dan didalam jalan tersebut kita akan kembali menentukan pilihan untuk jalan kita selanjutnya, seperti pilihan pertama, pilihan itupun memiliki takdir, dan begitu seterusnya. Kesimpulannya adalah kita yang menentukan nasib kita, kita yang menentukan takdir kita, kita yang menentukan pilihan kita, BUKAN TAKDIR YANG MENENTUKAN dan BUKAN TUHAN YANG MENENTUKAN KITA.

Ada beberapa pilihan bagaimana?, dengan cara apa?, seperti apa? dan apakah? kita bisa menjalani kehidupan ini. Sebelum membaca perihal dibawah ini sebaiknya anda lebih dulu mengenal siapa diri anda?

Hidup adalah suatu perjalanan yang memiliki sangat banyak makna. Dalam artian apabila seseorang ingin mengartikan perjalanan itu sebagai permainan, maka baginya perjalanan hidup adalah permainan yang sama sekali tidak memilikki tujuan positif dan hanya bergantung pada kepuasan hati. Namun apabila seseorang mengartikan perjalanan sebagai Perjuangan maka baginya hidup adalah perjuangan yang harus kita tempuh tanpa main-main, mungkin wacana ini sudah pernah anda temukan sebelumnya, yaitu dalam lagu sang Ahmad Dhani yang dalam liriknya tertulis, “hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti”, namun itu hanya bisa di artikan oleh orang yang fasilitas psikologisnya (psychological facility) tidak dikalahkan oleh kesalahan definisi takdir yang mengerikan. Fasilitas psikologis itupun berupa mental/kejiwaan, akal dan hati. Dan bukan tidak mungkin kompleksnya masalah di Indonesia telah membuat sebagian kalangan menyerah dan merusak fasilitas psikologis mereka yang ingin memperjuangkan hidupnya.

Selanjutnya yang terjadi pada kalangan tersebut adalah membuat mereka tidak lagi berdasar pada pikiran dan hatinya. Problema yang datang sudah menyimpang dari hakikatnya. Seharusnya problema datang ke dalam pikiran lalu pikiran akan merespon dengan membuat manusia berpikir mencari solusi dari problema tersebut, tetapi sekarang setiap problema yang datang telah terhadang oleh sifat pesimis mereka, dan hanya membuat mereka lari dari masalahnya, yang akhirnya hanya akan menambah daftar hitam masalah, bahkan mungkin akan memperbesar masalah tersebut.

Bagaimana kita bisa memperjuangkan hidup kita jika kita tak lagi bisa memahami diri kita. Kita sekarang lebih berharap dunia luar yang memahami diri kita. Sedangkan dunia luar (indonesiaku) tak lagi bisa memahami rakyatnya.

Betapa tidak, kehidupan yang hanya berjalan ditempat. Sang buruh, berangkat pagi hari, pulang sore hari, istirahat, dan tidur. Sang guru, mengajar setengah hari, sisanya bekerja sambilan untuk kebutuhan keluarganya. Sang ibu rumah tangga menunggu kiriman uang dari suaminya yang hanya habis sampai pada pertengahan bulan. Di Persimpangan Jalan sang perempuan baya dengan orok dipangkuannya mengharap belas kasih sang pelalu-lalang. Sang pedagang kaki lima sibuk mengucapkan sumpah serapah kepada Satpol PP musuh bebuyutannya. Sang pelajar hanya bisa merenung ketika SPPnya menunggak selama setengah semester dan Sang lembaga pendidik tetap memungut dana liar dengan ece’-ece’ ini dan itu, padahal pemerintah sudah membebaskan biaya operasional selama 9 tahun.

Sungguh mengenaskan, kehidupan ini berputar dengan bahan bakar uang. Tak ada kertas itu kita tak akan bisa melangkah. Kembali lagi kepada suatu perihal klasik. “aku menyerah”.


Wahai Ibu, kapankah sang gandum yang sama dengan gandum lain akan bernilai selayak segumpal kotoran, yang tak menyulitkan ketika seseorang sedang lapar. Sementara mereka hanya menjalani kehidupan yang monoton. Terpapah dalam permainan birokrasi yang tak lagi bercerita tentang cita-cita rakyatnya. Dan hanya terlampirkan selembar kertas rapi dengan label manipulasi data yang tersembunyi, dengan tuntutan sang mavia yang selalu merasa kekurangan dengan upahnya yang melebihi harga 300 gram emas.

Mungkin sangat banyak orang yang ingin memaknai hidupnya sebagai perjuangan, kalian tahu kenapa? Itu karena didalam perjuangan akan ada sebuah kemenangan, kemerdekaan, dan kenangan. Dan itu telah di jalankan oleh Bung Karno, Mas Budi Utomo, Ki hajar Dewantoro, dan para pejuang kita lainnya. Namun Indonesiaku ini tak lagi mampu mengkhayalkan perjalanan hidupnya sebagai sebuah perjuangan. Jika sudah seperti itu, “kemana akan mengalir muara kehidupan kita?”


Kehidupan kita kini hanya akan menjadi kenangan dan masa lalu. Jika kita memperjuangkan hidup kita, walaupun kalah, itu tidak akan sia-sia, karena perjuangan itu akan menjadi kenangan. Kenangan adalah sesuatu yang indah yang pernah kita lalui yang akan membuat kita bangga bila mengingatnya, menangis (karena kerinduan) bila mengingatnya, dan membuat kita ingin kembali ketempat dimana pada masa itu kita meninggalkan sebuah kebanggaan hati.


Dengan makna "kenangan" setidaknya kita akan mengerti bahwa perbuatan yang baik dan indah yang kita perbuat tidak akan sia-sia. Dengan begitu kita akan berusaha untuk berbuat suatu hal yang membanggakan seperti halnya memaknai hidup sebagai perjuangan walaupun kita tidak menemukan kemenangan atau keberhasilan.


Dan jika kita menjalani hidup kita dengan leha-leha, sekedar bermain dan melakukan hal-hal yang sia-sia, Hidup kita hanya akan menjadi masa lalu, yaitu tragedi yang bila diingat dia akan berperan sebagai virus yang menyerang hati dan pikiran, dan yang akan terjadi pada respon kita adalah sebuah penyesalan, penyesalan dan penyesalan. Dengan makna "masa lalu" kita akan menyadari bahwa perbuatan yang buruk itu tidak akan bisa dilupakan/ditinggalkan/diabaikan yang kemudian kita pikir semua sudah hilang begitu saja, tidak… itu akan menjadi bekas luka bagi kita.


Sebagian besar dari kita tak mengerti apa yang kita lakukan, apa yang kita cari, apa yang kita perbuat, dan apa makna hidup kita. Mungkin ini yang tidak pernah disadari oleh sebagian individu dari kita bahwa kehidupan ini akan meninggalkan kisah yang indah dan buruk, dan setiap dari kita pasti memiliki itu semua, karena kita hanyalah manusia biasa. Oleh karena itu marilah kita coba untuk menjadi manusia yang tidak biasa, karena tidak biasa itu adalah sesuatu yang akan merubah segalanya yang biasa dan biasa-biasa saja.

www.annasisme.multiply.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Prosedur Pembuatan SIM C

Aku hanya Ingin Bersandar di Ka’bah, 5 Detik Saja (Kenapa Aku Senang Candai Malaikat)

Bianca: Antara Kemenangan dan Keikhlasan